
Gertjan Zuilhof ialah seorang juru program veteran yang sudah puluhan tahun berkecimpung di International Film Festival Rotterdam (IFFR). Di samping menyusun program, Gertjan juga aktif melakukan riset secara intensif terhadap festival film lain, termasuk mengikuti perkembangan film di lingkup global. Baginya, penting bagi sebuah film untuk bisa “bunyi” bagi para penonton, juga untuk senantiasa menghadirkan perspektif segar dalam memandang dinamika dunia. Dengan kata lain, seorang juru program festival film memegang peran vital untuk memastikan bahwa film-film yang diputar tidak saja benar-benar berkualitas, melainkan juga inheren dengan penontonnya.
Pandji Putranda dari Cinema Poetica mewawancarai Gertjan pada November lalu via surel. Berikut petikannya.
Bisa ceritakan sedikit mengenai pekerjaan Anda di International Film Festival Rotterdam (IFFR)?
Saya menjabat sebagai juru program di festival ini selama 25 tahun terakhir. Mungkin tahun ini menjadi tahun terakhir saya. Saya melakukan riset, bepergian ke berbagai festival lain dan bertemu dengan banyak pembuat film. Saya menonton film-film yang dikirim banyak orang dan membaca banyak naskah untuk Hubert Bals Fund. Secara keseluruhan, pekerjaan saya menyenangkan.
Bisa ceritakan sedikit mengenai program Bright Future, bagaimana Anda merancang program ini, bagaimana proses pencarian bakat dan kurasi film? Film-film seperti apa yang Anda harapkan?
Bright Future diperuntukkan bagi film-film “baru”. Kata “baru” di sini bermakna ganda: Pertama, program ini mencakup film perdana atau film kedua dari pembuat film yang masih baru, dan Kedua, memiliki muatan serta ide baru mengenai sinema. Namun film perdana saja tidak cukup. Film-film yang lolos juga dituntut untuk memiliki gagasan orisinil tentang cara mengubah sinema.
Film-film di program Bright Future datang dari berbagai belahan dunia, dibawa oleh bermacam juru program yang memiliki ide-ide segar. Sebagian film Bright Future nantinya akan dikompetisikan. Tidak ada jenis film tertentu karena ini semua berkaitan dengan perbedaan dan variasi, termasuk cerita-cerita pribadi.
Apa pertimbangan utama Anda ketika memilih satu film di antara film lainnya?
Film harus “bunyi, harus bisa bicara dengan penontonnya, harus memberikan pandangan segar dan berbeda terhadap dunia. Ia harus punya prinsip, harus membuat Anda ingin melihat film-film lain yang dibikin oleh pembuat film yang sama.
Terlepas dari gaya, adakah statement tentang konteks sosio-politik atau tanggapan terhadap situasi geopolitik aktual penting sebagai pertimbangan Anda?
Semua elemen yang ada di dalam film sama relevannya. Seorang pembuat film bisa memperlihatkan banyak pandangan menarik lewat pengalaman-pengalaman pribadinya tanpa perlu membawa-bawa urusan politik, dan filmnya tetap bagus. Sebaliknya, seorang pembuat film bisa mengangkat isu, tema, topik yang sangat relevan dan genting, namun tetap tidak berhasil membuat penontonnya merasa perlu untuk segera bertindak.
Faktanya, kita tidak serta-merta dapat mengesampingkan gaya pada sebuah film, sama seperti kita tidak dapat mengesampingkan relevansi topik dari film tersebut. Idealnya mereka harus saling menyokong satu sama lain.
Tanggapan seperti apa yang Anda harapkan dari penonton mancanegara terhadap film-film ini? Di sisi lain, bagaimana Anda memandang keterlibatan film-film ini dengan publik di negara masing-masing?
Jika maksud pertanyaan ini adalah: bahwa penonton mancanegara mungkin saja gagal memahami konteks sebuah film yang dibuat di tempat yang secara kultural berbeda dengan tempat asal mereka, saya rasa ada benarnya. Pertanyannya kemudian, apakah wajar memperlihatkan, misalnya, film Indonesia ke penonton Belanda? Saya pikir sah-sah saja. Tidak saja perbedaan tersebut menjadi daya tarik tersendiri, ekspos akan suatu hal yang baru justru akan merangsang penonton untuk berpikir lebih dalam terhadap film yang mereka tonton.
Lain lagi ceritanya kalau kita membicarakan penonton dari negara yang sama. Namun demikian, sejatinya sebuah film yang menarik akan tetap mengandung misteri, bahkan untuk penonton yang “dekat” dengannya.
Bisakah Anda menceritakan bagaimana biasanya Hubert Bals Fund memutuskan untuk mendanai sebuah film? Adakah kriteria tertentu yang diunggulkan? Dan bagaimana preferensi pilihan film Hubert Bals Fund dalam, sebut saja, satu dekade terakhir?
Kriteria Hubert Bals Fund cukup beranekaragam. Tentu saja proyek yang terpilih harus orisinil, berkualitas, dan dibuat oleh sutradara berbakat. Terlepas dari pertimbangan dana, seperti apakah pembuat filmnya benar-benar membutuhkan bantuan finansial, atau sebaliknya, dapatkah si pembuat film menggalang dana—dan jika tidak, maka kontribusi kami bisa berakhir sia-sia.
Lebih lanjut, anggaran Hubert Bals Fund tidak banyak. Maka, jika ada pembuat film yang sudah mendapatkan bantuan dana, kemungkinan bagi pembuat film lain dari negara yang sama untuk mendapat bantuan dana otomatis akan lebih kecil.
Secara umum, Hubert Bals Fund sangat berperan dalam festival-festival film internasional selama satu dekade terakhir ini. Bisa dibilang Hubert Bals Fund dan beberapa festival film internasional lain memiliki ketertarikan terhadap jenis film yang kurang lebih sama. Dengan kata lain: kesuksesannya tidak diukur secara komersil, melainkan lewat kontribusi yang besar terhadap geliat kultural.
Melihat keakraban Anda dengan film-film Asia, apakah Anda melihat kecenderungan tertentu (dari segi estetika atau pesan politis) pada pembuat film dari Asia Tenggara yang mengajukan film mereka ke Rotterdam?
Barangkali ada perbedaan. Maksudnya, mungkin sepuluh tahun lalu, ketika sinema independen di Asia Tenggara masih tergolong baru (termasuk buat saya), ada tendensi untuk membuat sesuatu yang membahas isu-isu lokal. Singkatnya, sesuatu yang terjadi di tempat yang masih berhubungan dengan si pembuat film itu sendiri. Meskipun kecenderungan itu masih ada, namun belakangan ini, saya rasa isu-isu yang diangkat sudah lebih universal, lebih urban. Selain itu ada pula kecenderungan untuk lebih melakukan koproduksi berskala internasional. Hal ini memicu para pembuat film untuk keluar dari zona lokal mereka yang sempit dan terbatas. Meskipun hal ini tidak selalu berarti positif.
Pernahkah Anda menemukan film yang dibuat khusus untuk festival Rotterdam semata, atau yang biasa disebut festival bait? Bagaimana bentuk, tema cerita, serta estetika yang secara umum terdapat pada film-film tersebut?
Saya tidak percaya pada istilah “film pancingan”. Bagaimanapun juga, film palsu sekalipun tetaplah merupakan sebuah film. Membuat film hanya untuk menyenangkan juru program internasional adalah tindakan konyol, karena toh mereka (pembuat film) pada dasarnya harus tetap membikin film yang baik dan orisinil. Keinginan untuk membuat film bagus adalah sesuatu yang sebaiknya dimiliki oleh setiap pembuat film. Akan tetapi, mungkin pernah ada pembuat film yang sempat melakukan itu kepada saya, namun mereka melakukannya dengan sangat baik, dan saya justru berbalik mengagumi mereka.
Bagaimana Anda memberi konteks bagi isu, tema, serta estetika film-film Asia untuk para penonton International Film Festival Rotterdam?
Cara paling praktis ialah dengan menempatkannya bersama-sama. Biasanya saya menggabungkan beberapa film pendek dari Asia Tenggara ke dalam satu program, dan saya rasa itu membantu. Anda juga dapat, misalnya, menggabungkan film-film eksperimental ke dalam satu program, namun genre ini tidak banyak dibuat di Asia Tenggara. Berbeda dengan film feature yang biasanya tidak tergabung dalam rangkaian film sejenis pada suatu program, dan karenanya dipandang hanya sebagai salah satu varian dari film-film feature lain. Nah, tugas dari festival ialah untuk memastikan bahwa sebuah film layak dipertontonkan karena kualitasnya, dan bukan karena film tersebut datang ataupun dibuat dari suatu negara eksotis di antah berantah.
Secara pribadi, hal apa dari sinema Asia yang menarik perhatian Anda? Apa yang Anda lihat pada sinema-sinema Asia?
Saya tertarik pada banyak film dan telah memprogram seluruh jenis film dari berbagai negara. Saya tidak pernah merencanakan secara sadar untuk menghabiskan waktu mengamati sinema Asia Tenggara. Sepuluh tahun lalu saya membuat sebuah program besar mengenai sinema independen Asia Tenggara, karena memang pada saat itu saya sedang giat memperhatikan perkembangannya. Saya menemukan bahwa ada banyak hal yang perlu dilakukan dan dieksplor, lalu saya mengikuti banyak pembuat film. Saya jadi berkenalan dengan banyak pembuat film baru. Saya rasa, perlahan-lahan saya ikut tumbuh bersama mereka. Yang menarik adalah mengetahui bahwa ada begitu banyak hal yang tersebar di seluruh penjuru Asia, dari Cina sampai Jepang sampai Indonesia, dan saya amat senang untuk mengikuti dan mendukung perkembangan yang terjadi sampai sejauh ini. Ibarat mendukung klub sepak bola favorit.