Tema cinta segitiga terhitung sering diangkat. Sama seringnya dengan cerita pasangan selingkuh atau seseorang yang jatuh hati dengan sahabat sendiri. Alih-alih takut dengan klise, Hanung Bramantyo dan Ismail Basbeth justru menantangnya dalam Talak 3. Tema cinta segitiga mereka pasangkan dengan perkara aturan agama dalam sebuah kisah drama komedi.
Talak 3 dibuka dengan pernyataan Bagas dan Risa di Kantor Urusan Agama, “Kami ingin kawin lagi!” Film kemudian bergerak mundur, menceritakan sikap gegabah Bagas menceraikan Risa dengan langsung menjatuhkan talak tiga. Artinya, menurut aturan Islam, ketika ingin rujuk kembali, pihak perempuan harus melewati perkawinan dengan orang lain (muhalil) terlebih dahulu. Aturan tersebut menghambat niatan Bagas dan Risa untuk segera rujuk kembali.
Di satu sisi, kondisi pekerjaan di bidang event organizer menuntut mereka untuk segera menikah. Jika tidak disegerakan, konsekuensinya adalah pembatalan kontrak. Kontrak proyek itu mereka yakini sebagai satu-satunya solusi atas kekacauan keuangan mereka berdua: tunggakan rumah yang harus segera dibayar. Jika tidak, disita.
Selain karena alasan mengejar waktu, Bagas juga tak rela Risa menikah dengan laki-laki lain. Ia pun terpaksa mengakali aturan, dengan melakukan pemalsuan dokumen, bekerja sama dengan pihak KUA—meskipun akhirnya digagalkan oleh salah satu pihak birokrasi. Kegagalan tersebut berujung pada kebohongan yang lain: ‘menggunakan’ Bimo sebagai muhalil palsu. Dalam prosesnya, rencana ini justru menimbulkan masalah yang lebih besar.
Pernikahan
Talak 3 mengangkat perkara pernikahan. Di tangan Hanung dan Basbeth, perkara klasik itu dieksekusi dengan kedalaman tersendiri.
Pernikahan umumnya dimaknai sebagai peresmian komitmen antara dua individu, yang dalam Islam ditandai dengan ijab qabul. Di titik itu, pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Nyatanya, beban suatu pernikahan kian bertambah ketika harus berhadapan pada kehidupan sosial. Juga dengan kepentingan-kepentingan yang mengikutinya.
Sebut saja, salah satunya, perkara status sosial dari calon pengantin yang kerap diricuhkan. Atau pesta pernikahan yang tidak hanya dianggap sebagai upacara, tapi juga dijadikan ukuran keberhasilan proses. Belum lagi urusan-urusan lain yang mengharuskan dua individu menikah untuk bisa menerima manfaat—di luar kehalalan itu sendiri.
Pernikahan antara Bagas dan Risa tak lepas dari sekumpulan kepentingan. Selain untuk menghalalkan perasaan dan melegalkan persetubuhan, pernikahan tersebut diharapkan bisa membuka jalan keberhasilan proyek kerja dan pembenahan finansial. Di sisi lain, ketika melihat pertengkaran-pertengkaran antara Bagas dan Risa di sepanjang film, agaknya kita juga bisa menuding pernikahan sebagai cara untuk melegalkan kekerasan, baik verbal maupun fisik—adegan satir yang Hanung dan Basbeth kemas dengan menggemaskan, atau malah mencemaskan?
Dalam Talak 3, pernikahan juga menjadi kesempatan bagi para sineas untuk menyorot praktik-praktik korupsi dalam jajaran birokrasi—khususnya KUA. Sebagai lembaga keagamaan yang salah satu tugasnya menghalalkan hubungan sepasang manusia, KUA ternyata juga melegalkan kecurangan.
Ironi serupa turut hadir dalam kehidupan para protagonis. Dalam Talak 3, proyek wedding expo yang mereka tangani dibenturkan dengan kekacauan kondisi rumah tangga para pelakon profesi itu. Seperti kata Risa, “Aneh ya kita, sok-sokan mengurusi pernikahan orang lain, padahal mengurusi pernikahan kita sendiri saja gak bisa.”
Dilema
Talak 3 pada dasarnya memadukan kisah cinta sederhana dengan polemik-polemik tentang agama. Jalan serupa pernah Hanung tempuh dalam sejumlah karyanya, yang tidak jarang berbuah kontroversi, akibat penyederhanaan wacana atas nama kebutuhan cerita—atau sebaliknya. Talak 3 bertutur di atas dilema serupa, yang Hanung dan Basbeth olah dengan cerdik sepanjang cerita. Kejutan-kejutan pada akhir film terwujud sebagai pencapaian yang para tokohnya pantas dapatkan—bukan desain-desain paksaan untuk sekadar mencapai akhir cerita yang bahagia, atau penggarisan wacana tertentu.
Talak 3 adalah bukti kematangan bertutur Hanung dan Basbeth. Atau, selemah-lemahnya iman, bukti bahwa keduanya bisa berkolaborasi dalam sebuah film drama komedi. Kita bisa menelusuri kembali seluruh adegan canda dan obrolan jenaka di sepanjang film. Kebanyakan tertata dalam tempo dan proporsi yang tepat, dan lebih pentingnya lagi, kebanyakan menghadirkan dilema tersendiri bagi penonton.
Adegan-adegan Basuki , misalnya. Kehadiran pegawai KUA yang anti politik uang itu selalu dibuat konyol, dengan dialog yang tak kalah menggelikan. Adegan-adegan Basuki memang jadi kuncian utama Talak 3 untuk memancing tawa. Menariknya lagi, adegan-adegan itu juga mengundang sejumlah tanya. Apa yang sebenarnya kita tertawakan? Untuk tujuan apa Hanung dan Basbeth membuat penontonnya menertawai adegan tersebut?
Hanung dan Basbeth sekali lagi menyentil para penontonnya. Ada kedalaman tersendiri di balik guyonan-guyonan Talak 3. Barangkali selama ini kita memang sudah terbiasa menertawai integritas seseorang. Ketika seseorang kaku menyikapi aturan, bersikeras untuk tidak membelok, dan mencoba jujur seperti yang Basuki lakukan sepanjang film, banyak dari kita yang merasa canggung. Tak nyaman, bahkan.
Perhatikan adegan-adegan perselingkuhan Bagas dengan penyanyi dangdut. Adegan ini selalu dibarengi dengan lagu dangdut yang mengocok perut, seolah aba-aba untuk kita tertawa. Jangan lupakan juga adegan-adegan Bagas berinteraksi dengan tukang ojek, yang notabene hanya berperan sebagai pengantar—sebuah profesi yang terkadang kita terima secara serta-merta. Kita seringkali luput bahwa mereka juga butuh penghormatan, bukan cuma bayaran, apalagi tertawaan.
Sialnya, adegan-adegan penuh ironi dalam Talak 3 digarap dengan sangat jenaka oleh Hanung dan Basbeth. Sedihnya, kita mengamini dengan menertawai. Mungkin, bila dihadapkan dengan kondisi serupa dalam kehidupan nyata, kita juga hanya akan mampu tertawa. Tak ada reaksi lain. Singkat kata, sebagai drama komedi, Talak 3 tidak saja berhasil membuat penonton tertawa terhadap guyonan sepanjang film, tapi juga menertawai kesilapan-kesilapan mereka sendiri.
Talak 3 | 2016 | Durasi: 101 menit | Sutradara: Hanung Bramantyo & Ismail Basbeth | Penulis: Bagus Bramanti, Salman Aristo, Wahana Penulis | Produksi: MD Pictures | Negara: Indonesia | Pemeran: Laudya Cynthia Bella, Vino G Bastian, Reza Rahadian, Tika Panggabean, RAY Sitoresmi, Dodit Mulyanto, Cak Lontong, Mozza Kirana