Harga Tiket Bioskop Rakyat

Instalasi bioskop temporer oleh kineforum DKJ pada 2013 (foto: Csutoras & Liando)

Kontestasi Pilkada DKI Jakarta mencuatkan satu isu menarik terkait industri perfilman: bioskop murah. Kubu Ahok-Djarot berniat membangun “bioskop bersubsidi” dengan kapasitas penonton lima puluh orang, sementara kubu Anies-Sandiaga berencana mengadakan “bioskop untuk rakyat” menggunakan aset-aset Pemprov yang tidak terpakai. Kedua kandidat menawarkan konsep bioskop murah dengan harga tiket pada kisaran Rp 5.000 sampai Rp 10.000—jauh lebih murah dari harga tiket bioskop saat ini, yang berada pada rentang Rp 35.000 sampai Rp 50.000.

Murahnya harga tiket yang ditawarkan kedua kandidat gubernur DKI Jakarta tersebut memunculkan kembali pertanyaan yang selama ini menghantui masyarakat. Berapa sebenarnya harga tiket bioskop yang seharusnya dijual di Indonesia? Sementara sering kita dengar bahwa harga tiket bioskop di Indonesia sekarang, katanya, sudah tergolong murah. Kisaran harga tiket Rp 35.000 sampai Rp 50.000, katanya: murah.

Pernyataan bahwa harga tiket bioskop sekarang sudah murah umumnya datang dari perbandingan harga tiket antar negara. Setelah kursnya disesuaikan, kesimpulan diambil seenaknya, sambil dibumbui kata-kata bombastis semacam: “Tiket bioskop di Indonesia termurah di dunia”. Padahal, murah atau mahalnya suatu barang tidak bisa diukur dari harganya saja, melainkan harus juga dikaitkan dengan kemampuan atau daya beli masyarakat.[1]

Jika kita ‘hanya’ membaca data harga tiket yang berada pada rentang Rp 39.000an sampai 215.000an, harga tiket film di Indonesia memang tergolong rendah—posisinya berada setelah Ukraina (posisi 54 dari 55 negara).[2] Dari 55 negara dengan harga rata-rata Rp 103.000an per tiket bioskop, harga tiket film bioskop di Indonesia juga tidak sampai separuhnya. Walaupun begitu, mengingat data tersebut tidak mengandung informasi soal daya beli masyarakat, tentu kita tidak bisa begitu saja mengatakan bahwa harga tiket di Indonesia itu murah.

Esensi murah adalah keterjangkauan. Oleh karena itu, menurut penulis, cara yang paling tepat untuk mengukur harga tiket mahal atau murah adalah dengan menghitung perbandingan harga barang/jasa di suatu negara terhadap waktu kerja yang diperlukan untuk membeli barang/jasa tersebut. Untuk mendapatkan jawaban tersebut, penulis menyandingkan harga tiket film di seluruh dunia dengan data upah minimum yang terdapat di dalam Global Wage Report 2016/2017 yang diterbitkan oleh International Labour Organization (ILO).

Penulis mencoba mengkalkukasikan berapa lama waktu kerja (dalam satuan jam) yang dibutuhkan setiap warga di 55 negara untuk membeli satu tiket film di bioskop. Pada tulisan ini, penulis menghitungnya dengan membagi upah minimum satu bulan dengan total jam kerja selama satu bulan.[3] Sehingga, penulis akan mendapatkan angka upah kerja per jam.

Upah kerja itu kemudian dibandingkan dengan harga tiket bioskop untuk mengetahui berapa jam warga perlu bekerja untuk dapat membeli satu tiket film di bioskop. Hasil olahan tersebut kemudian dipecah menjadi empat cluster berdasarkan durasi waktu kerja, dari waktu kerja tercepat (cluster 1) hingga waktu kerja terlama (cluster 4) untuk beli tiket bioskop. Berikut gambarannya:

Dari data di atas, masyarakat Indonesia memerlukan waktu 3,286 jam bekerja untuk dapat membeli satu tiket bioskop seharga Rp 42.500. Besaran angka ini tentunya sangat jauh dengan negara lain. Taiwan, misalnya, hanya memerlukan 0,961 jam kerja untuk bisa membeli satu tiket bioskop seharga Rp 127.753. Amerika Serikat, sebagai perbandingan, hanya memerlukan 0,470 jam kerja untuk satu tiket bioskop.

Warga Malaysia yang harga tiket bioskopnya selisih sekitar Rp 2.500 dengan kita pun hanya perlu bekerja 0,815 jam. Bahkan Jepang, yang di atas kertas memiliki harga tiket bioskop tertinggi (Rp 215.571), nyatanya hanya menuntut waktu kerja 0,865 jam kerja untuk satu tiket. Masih banyak lagi contoh lainnya yang menunjukkan bahwa harga tiket bioskop di Indonesia, ternyata, mahal.

Bila harga tiket yang sekarang ternyata mahal, lantas berapa harga tiket bioskop yang paling masuk akal di Indonesia?

Ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, hitung-hitungan dapat dilakukan dengan mengambil nilai rata-rata total jam kerja di 55 negara untuk membeli satu tiket film, kemudian dikalkulasikan dengan upah per jam di Indonesia. Kedua, hitung-hitungan dapat dilakukan dengan mengkalkulasikan upah kerja per jam di Indonesia dengan waktu kerja yang dibutuhkan negara yang dijadikan acuan dalam membeli satu tiket bioskop. Negara acuan ini bisa yang memiliki karakteristik ekonomi sama dengan Indonesia, atau negara yang dianggap memiliki kebijakan berpihak terhadap film.

Untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif, penulis akan menggunakan kedua cara tersebut. Untuk cara pertama, penulis menggunakan nilai rata-rata total jam kerja dari 55 negara untuk membeli satu tiket film, yaitu, 1,27 jam kerja per tiket. Sedangkan, untuk cara kedua, penulis akan menggunakan acuan total jam kerja negara Korea Selatan, dengan pertimbangan negara tersebut memiliki banyak kebijakan yang berpihak kepada perfilman. Di Korea Selatan sendiri total jam kerja untuk membeli satu tiket adalah 0,49 jam kerja per tiket.

Hasil hitung-hitungan kedua cara tersebut dapat dilihat pada grafik berikut:

Untuk cara pertama, harga tiket bioskop ideal di Indonesia adalah sebesar Rp 16.367. Angka ini sekitar 2,6 kali lipat lebih murah dibandingkan harga tiket bioskop saat ini. Dibandingkan dengan 55 negara, Indonesia ternyata menempati urutan ketiga yang memiliki penurunan harga paling besar setelah Bangladesh (5 kali lipat) dan Pakistan (2,61 kali lipat).

Untuk cara kedua, harga tiket bioskop ideal di Indonesia dengan mengacu pada standar di Korea Selatan adalah sebesar Rp 6.306. Angka ini sekitar 6,74 kali lipat lebih murah dibandingkan harga tiket bioskop saat ini. Kondisinya pun serupa, Indonesia masih menempati urutan ketiga yang memiliki penurunan harga paling besar setelah Bangladesh dan Pakistan.

Berdasarkan data-data di atas, kiranya ada tiga hal yang bisa kita petik. Pertama, anggapan bahwa harga tiket bioskop di Indonesia itu murah hanyalah mitos yang dikonstruksi oleh eksibitor tamak dan pewarta kurang riset. Kedua, harga tiket yang digembar-gemborkan kedua kandidat gubernur DKI Jakarta tidak ajaib-ajaib amat—malahan memang itulah angka yang ideal. Ketiga, bila pihak eksibitor masih bersikeras harga tiketnya murah, maka bisa jadi film atau tontonan, bagi mereka, adalah barang mewah yang bukan untuk rakyat kebanyakan.

Memang, perhitungan harga tiket dalam tulisan ini tidak menghitung biaya pengelolaan bioskop dan pemasukan untuk para pembuat film—yang mana bioskop perlu mengeluarkan biaya operasional dan sineas membutuhkan pemasukan dari harga tiket. Namun itu bukan berarti penulis abai dengan kebutuhan ruang putar dan perputaran modal para sineas. Justru di sinilah kita perlu merenungkan kembali soal rupa ruang putar kita.

Jangan-jangan ruang putar itu tidak harus ruangan sejuk, berkursi empuk, di mal yang serba mengkilap, yang menuntut harga tiket sedemikian mahal. Jangan-jangan sudah saatnya kita memiliki ruang bioskop sederhana di pasar yang bisa dikunjungi rakyat kecil. Jangan-jangan, tatkala janji calon gubernur tidak jadi kenyataan, kita harus tetap mengupayakan bioskop rakyat ini hadir, lewat kerja-kerja komunitas-komunitas dan aktivitas-aktivitas yang memihak kepada rakjat.

CATATAN

[1] Data harga tiket film didapatkan melalui numbeo.com, sebuah crowdsource database yang memetakan indeks perbandingan antar negara meliputi indeks kriminal, kesehatan, polusi, kemacetan, biaya perjalanan, hingga indeks harga barang dan jasa, termasuk harga tiket film.

[2] Khusus untuk Indonesia, penulis mengambil nilai median dari rentang harga tiket Rp 35.000 sampai Rp 50.000, yaitu Rp 42.500. Penggunaan median dalam menentukan harga tiket nasional dengan pertimbangan terbatasnya data tentang rata-rata harga tiket bioskop di Indonesia.

[3] Meskipun terdapat perbedaan hari kerja dan jam kerja antar negara, penulis menggunakan asumsi dalam seminggu terdapat lima hari kerja dan jumlah jam kerja per hari adalah 8 jam kerja. Sehingga total waktu kerja selama satu bulan adalah 160 jam.

REFERENSI  

Numbeo. 2017. Prices by Country of Cinema, International Release, 1 Seat (Sports And Leisure). Diakses pada 30 Maret 2017.

International Labour Organization. 2017. Global Wage Report 2016/2017. Diakses pada 30 Maret 2017.