Lebih dari seabad yang lalu, ilmuwan Sigmund Freud menjelaskan bahwa alam bawah sadar manusia adalah hal yang paling sulit ditaklukkan. Bahwa segala hal buruk yang menimpa, semuanya sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi dialam bawah sadar. Inception tampil dan melangkahi petuah sains ini, didalam Inception terdapat dunia yang sudah bercampur dengan alam bawah sadar. Dalam sains, alam bawah sadar dan mimpi adalah dua hal yang berbeda, tetapi karena Inception ‘hanya’ film, ya disamakan sajalah.
Dalam dunia semacam itulah Dom tinggal. Suatu hari, sebuah kejadian tiba-tiba menyadarkannya bahwa dunia tempatnya berada sekarang ini hanyalah mimpi, ia harus kembali ke realitas karena ingin bertemu putra-putrinya. Motivasi Dom ini yang membuat Inception bisa diceritakan kehadapan penonton. Dom bertemu Saito, yang mengaku bisa memberikan padanya apa yang ia inginkan dengan syarat ia harus melakukan kemauan Saito, Dom diperintahkan menyabotase saingan bisnis Saito dengan cara menyusup kealam bawah sadarnya. Pada masa itu, alam bawah sadar sudah tak ubahnya komputer: bisa tertular virus, dan ada anti-virusnya, anti-virus alam bawah sadar ini disebut “ekstraktor”. Fischer, saingan bisnis Saito, tentu saja memiliki ekstraktor yang sangat ampuh sehingga Dom tak mungkin menyelinap kesana seorang diri. Ia butuh rekan, dan inilah yang mempertemukannya dengan beberapa orang dengan kemampuan spesial: Ariadne, Yusuf, Eames, dan Arthur.
Tentu saja, ketika menonton Inception, saya mengenang Shutter Island (Martin Scorsese, 2010). Mereka bermain di arena dalam kepala dengan konvensi logika masing-masing. Yang menarik dari Inception adalah karena seluruh protagonisnya antihero, yakni pahlawan sekaligus penjahat: pahlawan bagi penonton, tapi penjahat bagi dunianya. Ingat film Bonnie and Clyde (Arthur Penn, 1965) sebagai contoh sederhana. Konvensi logika yang rumit dipadukan dengan nilai-nilai yang bertabrakan –karena protagonis yang antihero- sehingga hasilnya adalah film dengan repihan-repihan kecil yang berserakan dan kita harus berlari sana-sini untuk memungutinya. Ada twist berlapis-lapis antara Dom dan Istrinya, Mal. ada kebercampuran antara realitas dan mimpi, antara realitas dan realitas, dan antara mimpi dan mimpi. Seluruh organ tersebut dibuat silang sengkalut dengan adegan aksi yang mendorong tempo untuk melesat kencang.
Christoper Nolan semakin memperkuat image bahwa ia bukan sutradara numpang lewat saja, sejak Memento, The Dark Night, sampai pada Inception. Nolan selalu menampilkan gestur yang orisinil dalam filmnya. Inception membuat penonton menganga dengan interpretasinya yang segar atas arsitektur dan bagaimana ia menggunakan CGI dengan sangat bijak. Tak ada umbar-mengumbar teknik yang tidak perlu. Semua manuver visual dibuat karena ada alasan kontekstual dibalik itu.
Aturan main dalam Inception adalah hal yang paling menantang untuk ditunggu, karena ia memang diungkap secara perlahan selama dua setengah jam. Sampai pada detik paling akhir, petunju-petunjuk baru masih terus bermunculan. Petunjuk ini mengindikasikan motivasi, konvensi, twist, dan bahkan yang paling naïf untuk kita analisis: pesan moral.
Di balik semua kerumitan naratif itu, sebenarnya Inception sangatlah sederhana. Film ini akan disangka sok larger-than-life bila membuat latar ceritanya berlangsung dalam kenyataan. Maka kemudian mereka menerangkan duduk persoalan dengan mengambil mimpi sebagai latar belakangnya. Bukankah mimpi sebenarnya adalah privasi? Dan teknologi memungkinkan privasi ini untuk dilanggar dengan memungkinkan adanya resiko penyusupan kedalam mimpi seseorang. Bak betapapun komputer kita adalah privasi, tapi orang bisa menyamarkan spyware kedalamnya. Seperti juga realitas privat yang sedianya adalah wilayah jangkauan pribadi, tapi teknologi memungkinkan orang lain untuk mengintip “kita”, bahkan orang-orang tertentu bisa memanfaatkan wilayah kita demi tujuan mereka. Secara teknologi, eksistensial, atau apapun, penjajahan ruang pribadi bisa senantiasa terjadi. Itulah yang membuat Inception menjadi menarik dan penting.
Inception bisa dijabarkan secara tuntas sampai sepuluh halaman, tapi menceritakan Inception berarti membahas konvensi logikanya. Membahas konvensi logikanya berarti menceritakan filmnya secara keseluruhan, sebab logika yang digunakan tidaklah pecah kedalam kluster-kluster melainkan saling bertaut erat satu sama lain.
Inception | 2010 | Durasi: 148 menit | Sutradara: Christopher Nolan | Produksi: Warner Bros, Legendary Pictures, Syncopy | Negara: Amerika Serikat | Pemeran: Leonardo DiCaprio, Marion Cotillard, Joseph Gordon-Levitt, Ellen Page, Ken Watanabe