Layar Tancep 5.1: Pemutaran Ruang Terbuka Kualitas Bioskop

layar-tancap-5-1_hlgh

Semua orang butuh hiburan, karena kita semua butuh pelepasan, dari stress bekerja seharian, stress karena masalah di rumah, stress karena diputusin pacar, apapun. Semua orang perlu hiburan sebagai sarana pengalihan, dan salah satu bentuk hiburan yang cukup populer adalah menonton film.

Di zaman sekarang ini menonton film bisa dilakukan di mana saja, di bioskop, di rumah, di jalan, bahkan di toilet umum. Meski begitu, tidak ada yang bisa menggantikan kenikmatan menonton film di ruangan gelap dengan layar besar dan tata suara yang menggelegar. Lebih seru lagi kalau bisa nonton ramai-ramai, karena kita bisa serius bareng, ketawa bareng, bahkan menangis bareng. Seusai credit title bergulir, kita pun bisa langsung membahas film yang baru ditonton.

Sensasi menonton semacam ini bisa kita dapatkan di bioskop, sayangnya tidak semua film diputar di bioskop. Film-film yang dibuat secara swadaya, semisal film-film produksi komunitas, hampir tidak mungkin masuk bioskop karena tata distribusi kita belum mampu mengakomodir hal tersebut. Pertimbangkan juga lokasi bioskop yang ada sekarang kebanyakan di kota-kota besar. Bagaimana dengan kawan-kawan kita di kota kecil dan pedalaman?

Memang, sekarang ini, sudah ada beberapa tempat pemutaran film non-bioskop. Tempat pemutaran ini dibuat hampir menyerupai sebuah ruang bioskop, tetapi dengan skala yang lebih kecil. Biasanya hanya muat 8-30 orang saja. Tempat ini menerima siapa saja yang ingin memutar/menonton filmnya di sana, tanpa perlu ada kontrak atau apalah. Sayangnya tempat-tempat semacam ini masih sangat terbatas jumlahnya, mengingat modal untuk membangun ruang pemutaran semacam ini tidaklah sedikit.

Cara paling efektif (dan masih lazim digunakan) untuk melakukan pemutaran yang dapat mencapai penonton di pedalaman adalah layar tancap. Kebutuhannya tidak banyak: cukup bentang layar, pasang peralatan, gelar tikar, dan pemutaran dapat dimulai. Tidak perlu membangun ruangan dengan peredam dan setting akustik. Memang ketiadaan kedua hal ini menghadirkan sejumlah masalah tersendiri: lokasi pemutaran berisik, kadang suara orang seliweran mengalahkan suara film, speaker tidak cukup kuat untuk meredam suara lingkungan, dan sejenisnya.

Tapi marilah kita melihat ini bukan sebagai masalah, tapi sebagai tantangan. Justru di situ serunya pemutaran layar tancap, dan pemutaran layar tancap dengan kualitas gambar dan tata suara yang layak bukannya tidak mungkin diwujudkan. Layak dalam kasus ini adalah penggunaan proyektor yang mumpuni dan juga tata suara 5.1 Surround seperti di gedung bioskop.

Seperti yang kita ketahui, hampir semua gedung bioskop mengadopsi sistem tata suara Surround. Sistem ini diciptakan untuk menambah kenikmatan menonton, di mana penonton akan merasa berada dalam ruang cerita film yang sedang disaksikannya.

Sayangnya pemutaran layar tancap selama ini hampir tidak pernah bisa menyamai atau bahkan mendekati kualitas yang kita dapatkan di gedung bioskop. Beberapa waktu lalu saya mengikuti acara layar tancap pemutaran film yang saya kerjakan, Postcards from the Zoo, di Kineruku, Bandung. Film ini dibuat menggunakan format 35mm dan tata suara 5.1 Surround. Pemutaran hari itu cukup sukses dengan tiket yang sold out. Tapi saya merasa tidak puas dengan kualitas gambar dan suara yang disajikan ke penonton, yang kebetulan harus membayar untuk pemutaran film tersebut. Seusai pemutaran saya sempat mengobrol dengan seorang teman dari kampus saya, seorang pekerja di bidang televisi. Dia sangat menyayangkan kualitas proyektor yang dipakai. Waktu itu layar yang dipakai lebarnya hampir tiga meter, tapi proyektor yang dipakai beresolusi VGA (640 x 480) dengan intensitas cahaya sekitar 1.500 Lumens. Filmnya sendiri diputar menggunakan DVD. Hasilnya terlihat di layar: gambar tidak terlalu terang dan buram.

Dari obrolan itu saya tiba-tiba teringat ketika saya dulu datang ke Busan International Film Festival 2008. Ada satu venue bernama Open Air Cinema, yang pada dasarnya adalah pemutaran film di tempat terbuka, tapi tanpa mengurangi kualitas seperti di bioskop pada umumnya. Proyektor yang digunakan pada waktu itu adalah proyektor 35mm, dan tata suara yang digunakan adalah 5.1 Surround. Beberapa speaker surround diletakan mengelilingi penonton yang duduk di kursi lipat, persis seperti gedung bioskop.

Saya lalu berpikir, mengapa tidak mengadakan pemutaran di ruang terbuka tapi dengan kondisi selayaknya gedung bioskop? Atas keinginan ini, saya coba susun sistem Layar Tancep 5.1, sistem yang saya rasa bisa menciptakan pemutaran ruang terbuka dengan kualitas bioskop. Sistem ini terbuka bagi kawan-kawan pecinta dan pegiat film yang ingin mengadakan pemutaran dengan kualitas audiovisual yang mumpuni. Saya pribadi terbuka untuk diskusi lebih lanjut dengan kawan-kawan apabila ada tanggapan, pertanyaan, maupun usulan terhadap sistem ini.

[Catatan editor: gambar-gambar yang disediakan penulis berukuran cukup besar, suatu hal yang wajar mengingat begitu banyak detail dan skema yang ingin penulis bagi. Demi kemudahan akses dan keelokan penyajian, redaksi Cinema Poetica memutuskan untuk mengecilkan ukuran gambar. Gambar berukuran asli tetap bisa diakses dengan cara mengklik gambar yang diinginkan.]

Menyiapkan Video FullHD

Pertama-tama, kita perlu memperhatikan film yang akan diputar dan lokasi pemutarannya. Format film yang dipakai adalah film dengan resolusi video 1920 x 1080 (FullHD) dan tata suara 5.1 Surround. Mengapa harus FullHD? Karena video dengan resolusi ini cukup mumpuni untuk diproyeksikan ke layar besar (tentunya jika menggunakan proyektor yang resolusinya mencukupi). Video dan suara ini harus dibuat menjadi file *.mkv (Matroska Multimedia Container). File MKV ini nantinya akan berisi file video FullHD dan file audio DTS-HD.

Dengan perkembangan teknologi broadcast saat ini, video FullHD sudah bukan lagi khusus untuk pemakaian profesional. Bahkan kamera-kamera video konsumer pun sekarang sudah banyak yang menggunakan resolusi FullHD. Dan dengan banyaknya sekarang film-film Indonesia, entah itu film pendek ataupun film panjang, yang dibuat menggunakan DSLR, video FullHD sudah bukan barang asing lagi.

Untuk persiapannya, video dari film yang sudah di-edit (dan di-grading, bila melewati tahapan itu) harus di-render menjadi file Quicktime dengan codec H.264. Apabila di software editing yang dipakai tidak ada option untuk render ke H.264, render ke format dengan settingan gambar terbaik (Apple ProRes 4444 atau Uncompressed), lalu buka video itu di Quicktime Pro dan render ke H.264.

gambar_layar-tancap-lima-titik-satu_01b
Render video ke H.264 menggunakan Quicktime Pro

Setting untuk render mkv:

  • Compression Type: H.264
  • Frame Rate: Current (atau disesuaikan dengan Frame Rate video yang akan di render)
  • Key Frames: Every 24 frames
  • Frame Reordering: Di contreng
  • Compressor Quality: Best
  • Encoding: Best Quality (Multi-pass)

Hasilnya adalah file *.mov dengan codec H.264. File ini lalu di-render menjadi file *.mkv menggunakan HandBrake Video Encoder.

gambar_layar-tancap-lima-titik-satu_02b
Render mkv menggunakan HandBrake

Berikut setting untuk render MKV:

  • Format: MKV
  • Video Codec: H.264 (x264)
  • Framerate (FPS): Same as Source -> Constant Framerate
  • Average Bitrate (kbps) 40000
  • 2-pass encoding: dicentang
  • Turbo first pass: dicentang
  • x264 Preset: placebo
  • H.264 Profie: high

Hasilnya adalah file H264/MP4 AVC didalam kontainer MKV (*.mkv).

Tata Suara 5.1 Surround

Supaya bisa menikmati film dengan tata suara 5.1 Surround, kita perlu materi film dengan tata suara 5.1 Surround juga. Sayangnya saya tidak bisa menjelaskan bagaimana cara mixing film 5.1 di sini, sebab akan kepanjangan karena mencakup masalah teknis, teori, konsep, dan lain-lain. Yang bisa saya jelaskan adalah DAW (digital audio workstation) yang bisa dipakai untuk menghasilkan hasil mixing 5.1 Surround: Avid Pro Tools HDX/Pro Tools HD/Pro Tools dengan Complete Production Toolkit; Sony Vegas Pro, Steinberg Nuendo, dan sebagainya.

Hasil mixing 5.1 Surround ini harus di-render menjadi file DTS-HD Master Audio (*.dtshd) menggunakan software DTS-HD Master Audio Suite Encoder.

DTS-HD Master Audio Suite Encoder
DTS-HD Master Audio Suite Encoder

Tidak ada settingan yang perlu diubah di software ini. Cukup pilih Channel Layout (format Surround) yang akan dipakai (5.1 Surround) dan juga Frame Rate-nya disesuaikan dengan video yang dipakai. Setelah kedua file siap, keduanya harus digabungkan (muxing) ke dalam file *.mkv yang sudah dibuat sebelumnya. Proses ini dilakukan menggunakan MKVToolnix 6.2.0. Installer MKVToolnix akan menginstal dua aplikasi: mkvmerge GUI dan mkvextract GUI. Kita akan menggunakan mkvmerge GUI. Hasilnya berupa file *.mkv yang dapat diputar dengan komputer menggunakan software Gom Player dan VLC Player dan juga bisa diputar di HD Media Player.

Muxing dengan mkvmerge
Muxing dengan mkvmerge
Hasil mkv
Hasil mkv

Setelah materi video siap, kita harus menyiapkan peralatan pemutaran. Peralatan audio gedung bioskop terbagi jadi dua: A-Chain dan B-Chain. A-Chain merupakan peralatan yang merupakan peralatan playback film (source) dan processor-nya. Pada bioskop konvensional peralatan ini meliputi proyektor 35mm dan Dolby Cinema Processor. Pada bioskop sekarang ini yang menggunakan Digital Projection, peralatannya meliputi Video Server, Harddisk Video, Dolby Cinema Processor dan Digital Projector. B-Chain merupakan peralatan amplifikasi audio (Amplifier), Crossover, dan Speaker.

Untuk sistem Layar Tancap 5.1 ini, saya akan coba terapkan sistem A-Chain dan B-Chain, untuk memudahkan apabila akan melakukan upgrade di hari-hari mendatang.

Peralatan A-Chain

A1. HD Media Player

A2. Digital Video Projector

A3. Digital Audio Processor/Pre-Amp

Peralatan B-Chain

B1. Un-Balanced to Balanced Cable Converter (opsional)

B2. Mixer

B3. Speaker Aktif Kecil

B4. Power Amplifier

B5. Speaker Pasif Besar

B6. Speaker Aktif Besar/Powered Loudspeaker

B7. Audio Cross-Over (opsional)

B8. Sub-Woofer (opsional)

Sistem A-Chain dan B-Chain
Sistem A-Chain dan B-Chain

A1. HD Media Player

HD Media Player diperlukan untuk playback video HD yang sudah kita buat. Sekarang alat ini sudah tersedia dalam berbagai merk dan tipe. Disarankan menggunakan player yang memiliki output HDMI, Coaxial, dan Optical Audio Output. Dengan output video 1080p.

Merk dan tipe yang saya sarankan: PopCornHour A300

Dapat dibeli di: www.enterkomputer.com/mediaplayer.php (Jakarta)

PopCornHour A300
PopCornHour A300

A2. Digital Video Projector

Ada banyak sekali jenis proyektor di pasaran, tapi untuk kebutuhan layar tancap sebaiknya digunakan proyektor dengan resolusi tinggi dan intensitas cahaya yang mencukupi. Idealnya, resolusi minimal 1080p dengan intensitas cahaya minimal 3600 Lumens.

Merk dan tipe yang saya sarankan: InFocus IN 3128HD

Dapat dibeli di: www.enterkomputer.com/projector.php (Jakarta)

A3. Digital Audio Processor/Pre-Amp

Alat ini dipakai untuk mengeluarkan suara surround dari HD Media Player. Ada beberapa merk dan tipe yang tersedia dengan harga murah, tetapi kebanyakan tidak memiliki pengatur suara (volume control). Dengan adanya fasilitas Multichannel Volume Control, kita dapat menaik-turunkan volume suara semua channel sekaligus. Alat ini hanya bisa men-decode DTS biasa (lossy compression), tapi tetap bisa membaca audio yang sudah kita buat, DTS-HD Master Audio (lossless compression), karena format tersebut tetap kompatibel dengan standar versi sebelumnya (backward compatible). Sampai sekarang belum ada yang menjual Decoder DTS-HD MA dengan harga ekonomis, tapi saya yakin dalam beberapa tahun ke depan akan beredar decoder DTS-HD dengan harga murah. Dengan materi video yang sudah dibuat dengan audio DTS-HD, film kita sudah siap untuk alat tersebut.

Merk dan tipe yang saya sarankan: HLLY DTS AC3 5.1 Digital Audio Decoder

Dapat dibeli di: www.ebayitem.com/330385280557 (China)

HLLY DTS AC3 5.1 Digital Audio Decoder
HLLY DTS AC3 5.1 Digital Audio Decoder

B1. Mixer

Mixer akan dibutuhkan apabila pada pemutaran itu akan dibutuhkan microphone atau musik dari CD dan sebagainya. Mixer hanya dibutuhkan yang ukuran kecil, asalkan cukup lengkap: ada input buat Microphone dan Balanced Line Level input dari Digital Audio Processor.

Merk dan tipe yang saya sarankan: Behringer XENYX 1204USB

Dapat dibeli di: www.tiganegeri.com/web/Mixers/Behringer-XENYX-1204USB.html (Jakarta)

B2. Speaker Aktif Kecil

Untuk pemutaran layar tancep skala kecil, dengan lebar layar di bawah 4 meter (diagonal 181 inch) misalnya, masih dapat menggunakan speaker aktif yang banyak dijual di toko-toko elektronik. Output RCA dari Digital Audio Processor dan dari Mixer dapat langsung dicolok ke speaker ini.

Dapat dibeli di: toko peralatan elektronik terdekat.

Speaker aktif kecil
Speaker aktif kecil

B3. Un-Balanced to Balanced Cable Converter (opsional)

Untuk pemutaran layar tancep dengan skala lebih besar, dengan lebar layar di atas 4 meter (diagonal 181 inch), maka membutuhkan speaker yang lebih besar (Speaker Pasif ataupun Speaker Aktif Besar). Speaker Pasif membutuhkan Power Amplifier Profesional, dan biasanya Power Amplifier ini hanya mempunyai XLR (Balanced Connector) Input, karena menerima input dari sebuah Mixer. Speaker Aktif Besar juga biasanya hanya mempunyai input XLR, jarang yang memiliki input RCA. Sementara output dari Digital Audio Processor yang dipakai adalah RCA (Un-Balanced Connector), jadi kita membutuhkan sebuah Converter dari RCA (Un-Balanced) ke XLR (Balanced). Koneksi dari RCA ke XLR bisa diakali dengan membuat adapter XLR to RCA.

Adaptor XLR ke RCA
Adaptor XLR ke RCA

Tetapi saya tidak menyarankan menggunakan cara ini, karena biasanya akan menghasilkan sinyal suara yang terlalu lemah dan terkadang menghasilkan suara dengung. Hal ini dikarenakan:

  • Level sinyal peralatan audio konsumer yang menggunakan koneksi RCA (CD Player, DVD-Player dan juga Digital Audio Processor yang kita pakai) nominalnya adalah -10dBV (0.32V RMS). Sementara level sinyal peralatan audio profesional yang menggunakan koneksi XLR adalah +4dBV (1.23V RMS). Jadi kasarnya, peralatan audio profesional membutuhkan sinyal 14dB lebih tinggi.
  • Koneksi XLR memakai tiga kawat penghantar. Dua kawat untuk membawa sinyal positif dan negatif, kawat ketiga sebagai shield/ground. Koneksi RCA hanya menggunakan dua kawat, oleh sebab itu rentan terhadap noise RFI/hum.
  • Setiap peralatan mengeluarkan sinyal gound-nya sendiri. Ketika dua peralatan disambungkan melalui kabel interconnect, kedua sinyal ground tersebut akan bertemu di kabel interconnect tersebut, dan biasanya sinyal mengganggu itu akan masuk ke peralatan yang saling terhubung.

Un-Balanced to Balanced Cable Converter digunakan untuk menjembatani perbedaan ini.

Merk dan tipe yang saya sarankan: Tascam LA-80MKII

Dapat dibeli di: www.bhphotovideo.com/c/product/600780-REG

Tascam LA-80MKII
Tascam LA-80MKII

B4. Power Amplifier

Power amplifier dibutuhkan apabila kita menggunakan Speaker Pasif berukuran besar. Saya tidak tahu kapasitas berapa yang harus dipakai, karena saya belum pernah mengerjakan proyek yang melibatkan instalasi Speaker Pasif.

Merk dan tipe yang saya sarankan: Tidak ada merk dan tipe spesifik yang saya sarankan, karena harus disesuaikan dengan ukuran venue pemutaran layar tancap.

Dapat dibeli di: toko peralatan audio profesional terdekat

B5. Speaker Pasif Besar

Untuk pemutaran skala besar (lebar layar lebih dari 4 meter) kita membutuhkan Speaker Pasif Besar.

Speaker dibagi menjadi dua tipe: Speaker Two-Way dan Three-Way. Pembagian ini mengacu pada jumlah driver yang digunakan pada set Speaker tersebut.

Speaker sistem Two-Way (kiri) dan Three-Way (kanan)
Speaker tipe Two-Way (kiri) dan Three-Way (kanan)

Speaker Two-Way menggunakan dua driver: driver Woofer untuk mereproduksi suara frekwensi rendah, dan driver Tweeter untuk mereproduksi suara frekwensi tinggi. Speaker Three-Way menggunakan tiga driver: driver Woofer untuk mereproduksi suara frekwensi rendah, driver Mid-Range untuk mereproduksi frekwensi mid/tengah dan driver Tweeter untuk mereproduksi suara frekwensi tinggi. Pemasangan amplifier ke speaker juga dibagi menjadi empat jenis: Standard/Konvensional, Bi-Wiring, Bi-Amping, dan Tri-Amping.

Pemasangan speaker Standard/Konvensional adalah pemasangan speaker yang biasa dilakukan. Satu channel amplifier digunakan untuk satu set speaker.

Instalasi speaker Standard
Instalasi speaker Standard

Pemasangan speaker Bi-Wiring agak jarang dilakukan pada peralatan profesional. Satu channel amplifier digunakan untuk satu set speaker, tetapi kabel speaker dipecah menjadi dua, dan dipasang pada konektor driver Woofer (Low) dan Tweeter (High).

Instalasi speaker Bi-Wiring
Instalasi speaker Bi-Wiring
Skema Bi-Wiring
Skema Bi-Wiring

Pemasangan speaker Bi-Amping adalah pemasangan speaker dimana satu channel amplifier digunakan untuk satu driver. Pada speaker Two-Way, output dari satu channel dipasang pada konektor driver Woofer (Low), dan output channel satu lagi dipasang pada konektor driver Tweeter (High).

Instalasi speaker Bi-Amping
Instalasi speaker Bi-Amping
Skema Bi-Amping
Skema Bi-Amping

Pemasangan speaker Tri-Amping juga merupakan pemasangan speaker di mana satu channel amplifier digunakan untuk satu driver. Untuk pemakaian pada speaker Three-Way membutuhkan tiga channel amplifier, karena ada tiga driver yang membutuhkan amplifikasi: Woofer, Mid-Range, dan Tweeter.

Skema Tri-Amping
Skema Tri-Amping

Merk dan tipe yang saya sarankan: Tidak ada merk dan tipe spesifik yang saya sarankan, karena harus disesuaikan dengan ukuran venue pemutaran layar tancap.

Dapat dibeli di: toko peralatan audio profesional terdekat

B6. Speaker Aktif Besar/Powered Loudspeaker

Speaker Aktif Besar atau biasa disebut Powered Loudspeaker lebih praktis dalam penggunaannya, karena Power Amplifier sudah ada dalam box Loudspeaker tersebut. Tetapi harganya lebih mahal dibandingkan kita membeli Speaker Pasif dan Power Amplifier.

Merk dan tipe yang saya sarankan: Tidak ada merk dan tipe spesifik yang saya sarankan, karena harus disesuaikan dengan ukuran venue pemutaran layar tancap.

Dapat dibeli di: toko peralatan audio profesional terdekat

B7. Audio Cross-Over (opsional)

Cross-Over dibutuhkan jika kita akan menggunakan sistem Bi-Amping atau Tri-Amping. Cross-Over akan memecah sinyal audio yang masuk menjadi dua grup Frekwensi (Low dan High pada system Two-Way) atau tiga grup frekwensi (Low, Mid dan High pada sistem Three-Way).

Mengapa sinyal audio ini harus dipecah? Karena terkadang terjadi cross-talk antara driver, di mana ada sinyal frekwensi rendah yang masuk ke driver Tweeter atau sebaliknya. Hal ini dapat menyebabkan distorsi suara atau bahkan memperpendek umur driver tersebut.

Merk dan tipe yang saya sarankan: Behringer Super-X Pro CX2310

Dapat dibeli di: www.tiganegeri.com/web/Signal-Processors/Behringer-SUPER-X-PRO-CX2310.html

Behringer Super-X Pro CX2310
Behringer Super-X Pro CX2310

B8. Sub-Woofer (opsional)

Sub-Woofer sifatnya amat sangat opsional, karena film-film Indonesia umumnya jarang menggunakan channel ini. Kecuali jika pemutaran layar tancep itu berencana memutar film-film action Hollywood, pemakaian Sub-Woofer perlu dipertimbangkan.

Merk dan tipe yang saya sarankan: Tidak ada merk dan tipe spesifik yang saya sarankan, karena harus disesuaikan dengan ukuran venue pemutaran layar tancap.

Dapat dibeli di: toko peralatan audio profesional terdekat

Penempatan Speaker

Penempatan speaker Layar Tancep 5.1 disamakan dengan posisi speaker pada ruang bioskop maupun home theater.

Di ruangan bioskop terdapat tiga speaker besar di depan yang terdiri dari channel Kiri (Front Left – L), channel Tengah (Center – C) dan channel Kanan (Front Right – R). Di tembok sisi kiri, kanan, dan belakang ruangan itu terdapat susunan speaker yang lebih kecil untuk mengakomodasi dua channel Kiri Belakang (Left Surround – Ls) dan Kanan Belakang (Right Surround – Rs).

Skema penempatan speaker di ruangan bioskop
Skema penempatan speaker di ruangan bioskop

Di ruangan home theater terdapat tiga speaker di depan, yang terdiri dari channel Kiri (Front Left – L), channel Tengah (Center – C) dan channel Kanan (Front Right – R). Di tembok sisi kiri dan kanan agak belakang ruangan itu terdapat dua speaker yang lebih kecil untuk mengakomodasi dua channel Kiri Belakang (Left Surround – Ls) dan Kanan Belakang (Right Surround – Rs). Pada ruangan bioskop maupun home theater, speaker Kiri dan Kanan Depan biasanya diarahkan ke posisi penonton yang duduk di jarak 2/3 panjang ruangan diukur dari depan.

Skema penempatan speaker di ruangan home theater
Skema penempatan speaker di ruangan home theater

Perbedaan Front Speaker dan Surround Speaker

Untuk pemutaran menggunakan Speaker Aktif Kecil, tipe speaker yang digunakan untuk Front Speaker (Front Left, Center dan Front Right) dengan Surround Speaker (Left Surround dan Right Surround) dapat menggunakan tipe yang sama. Tapi untuk pemutaran menggunakan Speaker Aktif Besar, tipe speaker yang digunakan mungkin harus dibedakan, tetapi kalau tidak memungkinkan, memakai tipe speaker yang sama juga tidak terlalu masalah.

Pada gedung bioskop, yang biasa digunakan adalah Front Speaker (seperti gambar contoh di sub-bagian Speaker Pasif Besar), sementara untuk Surround Speaker biasanya memakai speaker yang berukuran lebih kecil.

Contoh surround speaker
Contoh surround speaker

Penggunaan speaker berukuran lebih kecil ini karena biasanya level suara pada Surround Channel tidak sekeras Front Channel, dan biasanya digunakan beberapa buah speaker ini per-channel Surround. Sehingga speaker ini mengelilingi penonton. Tetapi kalau tidak memungkinkan untuk menyediakan banyak speaker kecil, biasa juga menggunakan speaker besar untuk Surround Channel.

Instalasi Layar Tancep 5.1

Berikut skema-skema instalasi Layar Tancep 5.1 sesuai dengan peralatan yang akan dipakai.

gambar_layar-tancap-titik-satu_23b

gambar_layar-tancap-titik-satu_24b

gambar_layar-tancap-titik-satu_25

 gambar_layar-tancap-titik-satu_26b

gambar_layar-tancap-titik-satu_27

Setelah semua peralatan audio dan layar sudah siap dan terpasang, kita perlu menghitung jarak antara proyektor dan layar, tergantung dari jenis proyektor dan ukuran layar yang digunakan. Buka link ini untuk menentukan jarak proyektor dari layar: http://www.projectorcentral.com/projection-calculator.cfm.

Catatan Akhir

Biaya yang dibutuhkan untuk pembelian peralatan-peralatan ini memang agak mahal, terutama untuk peralatan dari sisi A-Chain. Untuk Media player mungkin masih bisa diakali dengan penggunaan PC Desktop ataupun Laptop. Tapi untuk merakit PC Desktop yang memadai untuk memutar ulang video kualitas HD pun tidak cukup dana 3 juta Rupiah, sementara HD Media Player sekarang ini harganya sudah semakin murah, bahkan ada yang hanya 2 jutaan saja. Bisa dipertimbangkan sebagai investasi jangka panjang.

Untuk peralatan di sisi B-Chain hampir semuanya dapat dirakit atau dibuat secara custom. Mulai dari Mixer, Amplifier, Audio-Crossover, Speaker, dan bahkan Unbalanced-to-Balanced Converter yang jarang dijual di Indonesia pun sebenarnya bisa dirakit sendiri, asalkan mengerti cara merakit komponen elektronik. Ketika saya googling untuk riset tulisan ini, saya menemukan banyak skema elektronik untuk merakit alat ini. Walau mungkin kualitasnya tidak sebagus alat yang bermerk, tapi menggunakan peralatan rakitan cukup membantu menurunkan biaya yang dikeluarkan untuk pemutaran Layar Tancep 5.1 ini.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk memperbaiki kualitas gambar dan suara pada pemutaran layar tancap. Selamat menonton!