Menonton Tangled rasanya seperti mengunjungi kembali tempat tinggal kita waktu kecil. Semuanya terasa familiar, mulai dari bangunannya hingga kenangan-kenangan yang tercerap di setiap pojok. Apa yang kita lihat tetap terasa familiar, walau sekarang sudah disentuh oleh perkembangan peradaban modern. Dalam kasus Tangled, yang dikemas ulang dengan sentuhan modern adalah dongeng Rapunzel. Kemasan ulang tersebut dilaksanakan dengan kesadaran akan penontonnya. Sebagai film Disney, Tangled berpotensi dianggap film anak-anak belaka. Apalagi generasi sekarang lebih mengetahui Rapunzel dari film Barbie, yang juga ditujukan untuk anak-anak. Lebih spesifiknya lagi: anak perempuan. Pengemasan ulang ini dapat dideteksi dari judul filmnya. Dengan mengabaikan judul Rapunzel, yang konon memang judul asli film ini, Disney dapat merevisi dongeng Rapunzel sesuka hati. Alhasil, Tangled bermetamorfosa jadi sebuah animasi yang berpotensi menghibur penonton muda, tua, laki-laki, maupun perempuan.
Trik yang Disney terapkan dalam Tangled adalah mengimbuhkan kesadaran modern dalam dongeng Rapunzel, walau tetap mempertahankan kemasan dongengnya. Rapunzel bukan lagi keturunan kaum papa, melainkan seorang anak raja. Kelahirannya melibatkan sebuah bunga ajaib, yang punya kekuatan memutar kembali proses penuaan. Bunga tersebut diincar oleh seorang penyihir licik. Dia sangat ogah jadi tua, karena akan memudarkan kecantikan fisiknya. Jadilah, Rapunzel diculik dan disekap di sebuah menara tinggi berjendela satu, demi terjaminnya pesona fisik si penyihir. Ketakutan menjadi tua dan paranoia akan keawetan fisik adalah fenomena masyarakat modern. Berbeda dengan yang terjadi dalam dongeng, di mana penyihir memperoleh Rapunzel lewat sebuah perjanjian dengan bapaknya Rapunzel. Laki-laki yang kemudian membawa Rapunzel keluar dari menara juga bukan seorang pangeran. Dia adalah Flynn Rider, seorang pencuri kelas kakap. Dia bisa berada di menara Rapunzel bukan karena kebetulan sedang lewat mengendarai kuda, seperti yang diceritakan dalam dongeng. Sebaliknya, dia sedang kabur dari kejaran sebuah kuda, yang bertingkah layaknya seorang karyawan gila kerja.
Rapunzel yang penonton lihat adalah seorang perempuan berambut pirang dengan tubuh ramping yang melekuk mulus. Rider konstan memanggilnya blondie, sebuah panggilan yang sangat umum di jaman sekarang. Konflik yang Rapunzel hadapi di Tangled juga sangatlah modern. Dia tidak lagi disibukkan dengan masalah pernikahan, tapi soal penasaran. Dia penasaran kenapa setiap hari ulang tahunnya banyak cahaya terbang di langit. Dia paham cahaya-cahaya tersebut bukan bagian dari rasi bintang, dan dia curiga cahaya-cahaya tersebut adalah petunjuk tentang siapa dirinya sebenarnya. Bagi penonton dewasa, walau terkesan sepele, konflik Rapunzel merupakan masalah eksistensial. Identifikasi dan definisi diri adalah fenomena yang logis dalam kehidupan modern, apalagi kalau halangan yang dihadapi adalah orang tua dan propagandanya tentang bahayanya dunia di luar rumah. Bagi penonton usia muda, konflik Rapunzel adalah kehidupan mereka sehari-hari. Memenuhi keinginan pribadi walau dilarang orang tua adalah skenario yang anak-anak sering jalani, bukan?
Penasaran Rapunzel akibatnya berdampak pada petualangan yang terjadi di Tangled. Rapunzel dalam Tangled bukanlah seorang perempuan lugu yang terjebak dalam keadaan tragis, melainkan perempuan lugu yang tidak sadar kalau dirinya tragis. Satu-satunya yang dia pahami adalah rambut panjangnya dan aplikasi kekuatan magisnya. Itulah yang dia pakai untuk mengatasi segala rintangan di jalan. Tentu saja, solusi tersebut tidak bisa dipakai untuk semua rintangan. Rider mau tak mau ikut campur, dan dalam perkembangannya menjadi semacam anti-hero. Walau minus kekuatan super, Rider mirip dengan superhero di komik dan film jaman sekarang. Dia hanyalah orang biasa yang kebetulan mendapat tantangan luar biasa dalam kehidupannya. Dia turun tangan bukan untuk menyelematkan dunia, tapi menyelamatkan dirinya sendiri. Sebagai seorang pahlawan, Rider jelas sangat jauh dari konsep pahlawan dalam dongeng-dongeng klasik. Sejatinya dia adalah seorang yang egois dan ogah-ogahan, jauh dari pangeran baik hati yang menunggangi kuda putih. Namun, pahlawan penuh cacat itulah adalah pahlawan yang realistis bagi penonton modern.
Akhir kata, petualangan Rapunzel dalam Tangled bukanlah sebuah perjalanan romantis, layaknya yang terjadi dalam dongeng. Petulangan seorang putri yang lugu dan pahlawan ogah-ogahan adalah sebuah komedi salah paham, yang menjadi pelajaran bagi kedua protagonisnya, yang mungkin bisa jadi pelajaran moral bagi penonton muda, dan tentunya jadi bahan tawaan bagi penonton dewasa. Walau dibungkus dalam kemasan kartun anak-anak, Tangled tidak akan mengucilkan penonton dewasa. Pasalnya, Tangled adalah sebuah kisah klasik untuk masa modern, yang merupakan kehidupan sehari-hari banyak penonton.
Rapunzel | 2010 | Durasi: 100 menit | Sutradara: Nathan Greno, Byron Howard | Produksi: Walt Disney Pictures | Negara: Amerika Serikat | Pengisi Suara: Mandy Moore, Zachary Levi, Donna Murphy, Brad Garett