Artikel ini merupakan terjemahan dari salah satu subbab di buku Film Art: An Introduction, Sixth Edition (hal. 419-422) karya David Bordwell.
Akhir tahun 50an dan awal 60an menjadi saksi mata dari kelahiran suatu generasi baru pembuat film di seluruh dunia. Di setiap negara, muncul para sutradara yang lahir sebelum Perang Dunia II, yang tumbuh di era pasca-perang dan era rekonstruksi-dua periode yang ditandai oleh meningkatnya kesejahteraan hidup. Jepang, Kanada, Inggris, Italia, Spanyol, Brazil, dan Amerika Serikat: semuanya memiliki generasi sineas mudanya sendiri. Beberapa pernah belajar di sekolah film, beberapa pernah bekerja di majalah film, tapi semuanya memberontak terhadap pendahulu mereka dalam industri film. Pada masa ini, kelompok yang paling berpengaruh muncul di Paris.
Pada pertengahan 1950an, sekelompok pemuda yang menulis untuk Cahiers du Cinema, sebuah jurnal film Paris, memiliki kebiasaan menyerang filmmaker yang paling dianggap artistik dan dihormati pada masa itu. “Aku akan mempertimbangkan untuk mengubah prinsip-prinsipku,” tulis Francois Truffaut, “hanya jika hal itu ditulis oleh man of the cinema. Aurenche dan Bost [penulis skenario terkenal pada masa itu] pada dasarnya adalah orang berpendidikan, dan aku mengekspresikan ketidaksukaanku pada mereka karena kebodohan mereka meremehkan sinema.” Menyerang 21 sutradara besar, Jean Luc Godard menulis, “Pergerakan kamera kalian jelek karena subyek kameramu buruk. Pemainmu buruk karena dialogmu murahan. Singkatnya, kalian tidak tahu cara membuat sinema, karena kalian tidak tahu lagi apa itu sinema.” Sebaliknya, Truffaut dan Godard, bersama Claude Chabrol, Eric Rohmer, dan Jacques Rivette, memuji sutradara yang telah dianggap ketinggalan jaman (Jean Renoir, Max Ophuls) atau sutradara yang eksentrik (Robert Bresson, Jacques Tati).
Para pemuda ini dengan sangat terbuka menolak film-film hasil produksi negerinya sendiri, dan di saat yang sama begitu memuja film-film Hollywood. Para pemberontak ini mengatakan bahwa nilai seni hidup dalam film Amerika adalah auteur-auteur mereka. Seorang auteur biasanya tidak menulis skenario secara langsung. Namun, dengan cara tertentu, mereka bisa memunculkan karakteristik dirinya dalam film-film produksi studio, sembari mendobrak aturan-aturan ketat studio. Bagi para pemberontak tersebut, Howard Hawks, Otto Preminger, Samuel Fuller, Vincente Minelli, Nicholas Ray dan Alfred Hitchcock lebih dari sekedar seniman. Film dari orang-orang tersebut membentuk sebuah dunia baru yang koheren. Mengutip kata-katanya Jean Giraudoux, Truffaut beropini bahwa “tak ada hasil kerja, yang ada hanyalah auteurs.” Godard berkata setelahnya, “Kami memenangkan hari ini dengan membuat diakuinya secara prinsip bahwa film oleh Hitchcock, contohnya, sama pentingnya dengan buku yang ditulis oleh Aragon. Auteur film, berkat kami, akhirnya nama mereka akan ditulis dalam sejarah seni.” Tentu saja sutradara-sutradara yang mereka sebutkan dan puja sudah dikenal sebagai sutradara hebat.
Menulis kritik belum memuaskan para pemuda ini. Mereka ingin membuat film. Dengan cara meminjam uang dari teman dan syuting di luar studio, mereka mulai membuat film pendek. Pada tahun 1959, mereka telah menjadi kekuatan yang diakui. Pada tahun itu, Rivette sedang syuting film Paris nous appartient (Paris Belongs to Us); Godard membuat A Bout de souffle (Breathless); Chabrol membuat film fitur keduanya, Les Cousins; dan pada bulan April, film Truffaut yang berjudul Les Quatre cent coups (The 400 Blows) memenangkan Penghargaan Sutradara Terbaik di Festival Film Cannes.
Karena semangat pembaruan para pemuda tersebut, jurnalis menamakan mereka la nouvelle vague – the New Wave. Jumlah film buatan mereka sangat banyak. Lima sutradara utama dari kelompok ini membuat 32 film fitur antra 1959 hingga 1966. Godard dan Chabrol masing-masing menghasilkan 11 film. Semua film tersebut tentunya memiliki tema dan cerita yang berbeda-beda, namun ada cukup persamaan pada style dan bentuknya yang bisa kita identifikasi sebagai pendekatan New Wave.
Kualitas revolusioner dari New Wave yang paling jelas adalah visual mereka yang kasual. Bagi sutradara yang selalu membuat cinema of quality Prancis yang rapih, para sutradara muda New Wave pastinya terlihat sangat berantakan. Para sutradara New Wave memuja Neorealisme Itali (terutama Rossellini) dan, sebagai bentuk perlawanan pada pembuatan film di studio, mengambil mise-en-scene mereka di Paris dan sekitarnya. Syuting di luar studio menjadi norma. Pencahayaan studio diganti dengan lampu seadanya. Sedikit film pasca-perang Prancis yang menggambarkan kondisi apartemen dan koridor gelap dan menyeramkan seperti yang ada di Paris Belongs to Us.
Sinematografi juga berubah. Kamera dalam film-film New Wave banyak sekali melakukan pergerakan: panning, tracking mengikut karakter atau menangkap situasi di sekitar subyek. Syuting di luar lokasi menuntut perlengkapan yang fleksibel dan mudah dibawa. Untungnya, Eclair baru saja mengembangkan sebuah kamera ringan yang hand-held (kamera ini digunakan terutama untuk film dokumenter dan cocok dengan mise-en-scene realistis yang diinginkan film-film New Wave). Filmmaker New Wave sangat gembira dengan keluwesan dan kebebasan yang ditawarkan kamera itu. Dalam The 400 Blows, kamera bisa bergerak dalam sebuah ruangan yang sangat sempit dan merekam ketika menaiki mainan karnaval Centrifuge (mainan berputar yang diisi beberapa orang). Di Breathless, sinematografer memegang kamera sambil duduk di sebuah kursi roda mengikuti gerakan pemain.
Satu hal yang paling mudah dilihat dari film-film New Wave adalah humor ringan mereka. Para pemuda ini secara sengaja bermain-main dengan medium film. Dalam salah satu adegan di film Godard yang berjudul Band of Outsiders, ketiga tokoh utama memutuskan untuk diam sejenak, dan Godard benar-benar mematikan semua suara pada adegan itu. Dalam film Truffaut yang berjudul Shoot the Piano Player, seorang karakter bersumpah, “…ibuku akan mati bila aku berbohong,” lalu gambar dipotong ke gambar seorang wanita tua rubuh ke tanah.
Film-film New Wave juga sering mengambil referensi pada film lain, baik Hollywood maupun Eropa, yang tidak semua orang akan mengerti. Ini adalah bentuk penghormatan kepada para auteur yang mereka puja: karakter dalam film-film Godard menyingung film-film seperti Johnny Guitar (Ray), Some Came Running (Minnelli), dan Arizona Jim (dari film Renoir yang judulnya Crime of M. Lange). Di Les Carabiniers, Godard memparodikan Lumiere bersaudara, dan di Vivre sa vie, dia secara visual mengulang yang terjadi pada film La Passion de Jeanne d’Arc. Hitchcock sering kali disebut-sebut dalam film buatan Chabrol, sementara Truffaut dalam filmnya Les Mistons membuat ulang shot dari film pendek buatan Lumiere. Menurut para sutradara tersebut, budaya semacam itu menunjukkan bahwa sinema, seperti halnya literatur dan lukisan, memiliki semacam tradisi yang dihormati.
Film-film New Wave juga menggali lebih jauh eksperimen Neorealis tentang konstruksi plot. Secara umum, hubungan sebab-akibat menjadi cukup longgar. Pertanyaan-pertanyaan yang mungkin takkan pernah terjawab akan muncul ketika menonton film-film New Wave: apakah ada semacam konspirasi politik yang terjadi dalam Paris Belongs to Us? Kenapa Nana ditembak dalam adegan terakhir Vivre sa vie? Dalam film Shoot the Piano Player, sekuens pertama terdiri sebagian besar percakapan antara saudara laki-laki karakter utama dengan seorang pria yang ia temui secara tak sengaja di jalan. Orang asing itu bercerita panjang-lebar tentang masalah pernikahannya, padahal ia tak ada sangkut-pautnya dengan cerita dalam film.
Protagonis film New Wave juga sering kali tidak memiliki dorongan untuk mencapai tujuan apapun. Tokoh utama berjalan tanpa tujuan, terlibat suatu aksi selama sesaat, atau menghabiskan waktunya mengobrol atau minum di cafe atau pergi menonton bioskop. Naratif film-film New Wave sering kali berubah ritme atau warna secara tiba-tiba. Menjadi mengejutkan karena jauh dari apa yang kita perkirakan. Sebagai contoh, setelah dua orang anggota geng menculik watak utama dan pacarnya dalam Shoot the Piano Player, tiba-tiba saja mereka memulai sebuah diskusi komikal mengenai seks. Discontinuity editing juga menambah gangguan aliran cerita; namun untuk yang ini perkembangannya menemui batas dengan jump-cut yang dilakukan Godard.
Mungkin yang paling penting, film New Wave cenderung berakhir secara tidak-jelas atau ambigu. Kita melihat kecenderungan tersebut dalam Breathless. Antoine dalam shot terakhir The 400 Blows sampai di sebuah pantai, namun ketika ia mulai melaju, Truffaut melakukan zoom-in lalu freeze frame, menutup film dengan pertanyaan dalam diri penonton kemana Antoine akan pergi dari tempat itu. Di film Chabrol yang judulnya Les Bonnes Femmes dan Ophelia, di film Paris Belong to Us-nya Rivette, dan hampir di semua karya Godard dan Truffaut pada masa periode ini, kelonggaran hukum sebab-akibat dalam menyusun rantai alur-cerita membawa film pada akhiran yang terbuka dan tak pasti.
Lepas dari tuntutan film pada penontonnya dan kritik-kritik tajam para sutradaranya, industri film Prancis membuka tangannya pada film-film New Wave. Dekade 1947 – 1957 adalah masa produktif untuk industri film Prancis. Industri film Prancis mendapat dukungan dari pemerintah, bank, dan semakin seringnya dilakukan kerjasama produksi dengan negara lain. Namun pada tahun 1957, angka pengunjung bioskop menurun drastis. Hal ini dikarenakan semakin populernya TV. Pada tahun 1959, industri mengalami krisis. Pembuatan film berbujet rendah secara independen sepertinya memberikan solusi yang baik. Sutradara-sutradara New Wave membuat film jauh lebih cepat dan murah dibanding yang dilakukan sutradara-sutradara ternama pada saat itu. Karena itu, industri film Prancis membantu mereka mendistribusikan, mengeksibisi, dan pada akhirnya memproduksi film-filmnya
Pada akhirnya semenjak tahun 1964, walaupun setiap sutradara New Wave memiliki perusahaan produksi filmnya sendiri, kelompok tersebut sepertinya telah terhanyut dalam industri film yang ada. Godard membuat Le Mepris (Contempt, 1963) untuk seorang produser komersil ternama, Carlo Ponti; Truffaut membuat Fahrenheit 451 (1966) di Inggris untuk Universal; dan Chabrol beralih membuat parodi film-film James Bond.
Sulit untuk menentukan tanggal tepatnya akhir dari pergerakan ini, namun banyak sejarawan yang menentukan 1964, tahun dimana karakteristik bentuk dan style New Wave telah luas tersebar dan banyak ditiru (oleh Tony Richardson, contohnya dalam Tom Jones pada tahun 1963). Setelah tahun 1968, perubahan politik yang terjadi di Prancis sangat mengubah hubungan pribadi antara sutradara-sutradara New Wave. Chabrol, Truffaut, dan Rohmer menjadi sutradara ternama dalam industri film Prancis, dimana Godard membangun sebuah studio film dan video eksperimen di Swiss, dan Rivette mulai membuat naratif panjang dengan kompleksitas yang luar-biasa (seperti Out One, versi asli panjangnya 12 jam). Pada pertengahan 1980-an, Truffaut telah meninggal, film-film Chabrol sering kali hanya diputar di Prancis, dan film-film Rivette hanya dipahami oleh orang-orang tertentu (esoteric). Rohmer menarik perhatian internasional dengan film-filnya yang bercerita tentang cinta yang sedih maupun cerita tentang kebohongan dalam kehidupan kalangan-atas (Pauline at the Beach [1982] dan Full Moon over Paris [1984]). Godard terus menggunakan karakter yang berwatak buruk dalam filmnya, seperti Passion (1981) dan film kontroversialnya yang menceritakan kembali tentang kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Hail Mary (1983). Tahun 1990 dia merilis sebuah film elegan dan penuh teka-teki, Nouvelle Vague, yang sangat berbeda dari film-film Godard sebelumnya. French New Wave tidak hanya memberikan film-film yang orisinil, namun juga mendemonstrasikan bahwa pembaruan dalam industri film bisa datang dari para pemuda, yang terinspirasi dari kecintaan mereka terhadap sinema.